Sunday, July 29, 2012

Java videos

We have superb java video lecturers this video s are taken when giving international training to the employees in a software MNC. Videos are of high quality and excellent clarity and one can learn java by using them. Check out this sample videos (Using video cutter we uploaded only a part of the video)



Friday, July 27, 2012

Air Es vs Perut Buncit




Apakah Air Es Menggemukkan Badan atau Membuat Perut Menjadi Buncit?

Pertanyaan ini sangat menarik dan sangat sering dipertanyakan oleh banyak orang yang sedang berdiet untuk menurunkan berat badannya. Banyak asumsi bahwa lemak akan membeku apabila terkena air es.
Banyak contoh yang terjadi ketika makanan mulai dingin dan lemaknya mulai keliatan menggumpal, apalagi kalau disimpan di lemari es. Banyak hal tersebut membuat informasi ini semakin menyebar tanpa adanya keterangan yang memadai.
Satu hal yang sering saya katakan, bagi yang percaya bahwa air es membekukan lemak, adalah bahwa mereka tidak bisa membedakan kulkas dengan perut manusia. Es batu, ditaruh di suhu ruangan saja, dengan temperature 20C, akan meleleh. Mana mungkin yang sebongkah es saja tidak mampu mempertahankan bentuknya sebagai es batu, malah bisa membuat zat lain membeku?
Pertanyaannya adalah, apakah ketika es/air dingin tersebut dimasukkan ke dalam perut manusia, dengan suhu 37C (jauh lebih panas daripada suhu ruangan) masih bisa membekukan lemak?
Kita lihat dari sudut pandang ilmiahnya, ketika kita minum air es, dan setelah itu kita buang air kecil. Apakah urine kita tetap dingin? Atau berubah menjadi hangat? Tentu urine kita akan menjadi hangat kan, yang berarti tubuh akan menghangatkan air es/dingin yang masuk ke badan kita sebelumnya (bukan air es tersebut membekukan lemak di tubuh kita).
Sekarang kita sedikit bermain dengan logika sederhana.
  • Air es misalnya kita anggap suhunya 0C
  • Suhu tubuh kita adalah 37C
  • Dibutuhkan 1 kalori untuk meningkatkan suhu 1gram air sebesar 1C
  • Misalnya kita minum 400 gram air atau 400ml
Misalnya kita meminum 400ml air es dan badan kita harus meningkatkan suhunya dari 0C ke 37C, maka tubuh butuh membakar kalori sebesar 14,800 kalori. Atau dalam satuan Kalori yang kita biasa kenal, kita membakar 14.8 Kalori.
Kalau sehari kita minum 2000ml air es, maka kita akan membakar sekitar 74 Kalori. (Kalori = 1000 kalori). Dalam 1 hari mungkin 74 Kalori tidak akan kelihatan, tetapi dalam 1 bulan itu sudah berarti 2,220 Kalori.
Tentunya menurunkan berat badan tidak bisa hanya tergantung pada minum air es saja, tetapi dibutuhkan diet yang sehat dan olahraga yang rutin. Tetapi saat ini Anda sudah mengerti bahwa minum air es ternyata tidak menggemukkan, malah membantu membakar kalori!
So Enjoy Your Ice Water :)

Wednesday, July 25, 2012

( RUMAH TANGGA ) SUAMI

SUAMI - adalah tulang punggung keluarga, seumpama pilot bagi pesawat terbang, nakhoda bagi kapal laut, masinis bagi kereta api, sopir bagi angkutan kota, atau sais bagi sebuah delman. Demikianlah suami adalah seorang pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir bagaimana nih mengatur bahtera rumah tangga ini mampu berkelok-kelok dalam mengarungi badai gelombang agar bisa mendarat bersama semua awak kapal lain untuk menepi di pantai harapan, suatu tempat di akhirat nanti, yaitu surga.

Karenanya seorang suami harus tahu ilmu bagaimana mengarungi badai, ombak, relung, dan pusaran air, supaya selamat tiba di pantai harapan. Tidak ada salahnya ketika akan menikah kita merenung sejenak, "Saya ini sudah punya kemampuan atau belum untuk menyelamatkan anak dan istri dalam mengarungi bahtera kehidupan sehingga bisa kembali ke pantai pulang nanti?!". 

Karena menikah bukan hanya masalah mampu cari uang, walau ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat, tapi ternyata tidak shalat, sungguh sangat merugi. Ingatlah karena kalau sekedar cari uang, harap tahu saja bahwa garong juga tujuannya cuma cari uang, lalu apa bedanya dengan garong?!

Hanya beda cara saja, tapi kalau cita-citanya sama, apa bedanya?
Buat kita cari nafkah itu termasuk dalam proses mengendalikan bahtera. Tiada lain supaya makanan yang jadi keringat statusnya halal, supaya baju yang dipakai statusnya halal, atau agar kalau beli buku juga dari rijki yang statusnya halal. Hati-hatilah, walaupun di kantong terlihat banyak uang, tetap harus pintar-pintar mengendalikan penggunaannya, jangan sampai asal main comot. Seperti halnya ketika mancing ikan di tengah lautan, walaupun nampak banyak ikan, tetap harus hati-hati, siapa tahu yang nyangkut dipancing ikan hiu yang justru bisa mengunyah kita, atau nampak manis gemulai tapi ternyata ikan duyung.

Ketika ijab kabul, seorang suami harusnya bertekad, "Saya harus mampu memimpin rumah tangga ini mengarungi episode hidup yang sebentar di dunia agar seluruh anggota awak kapal dan penumpang bisa selamat sampai tujuan akhir, yaitu surga". Bahkan jikalau dalam kapal ikut penumpang lain, misalkan ada pembantu, ponakan, atau yang lainnya, maka sebagai pemimpin tugasnya sama juga, yaitu harus membawa mereka ke tujuan akhir yang sama, yaitu surga.

Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita dalam sabdanya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…" (Q.S. At Tahriim [66]:6).

Tuesday, July 24, 2012

Manfaat Kurma, Buah Lezat Penuh Khasiat

Kurma menjadi makanan paling dicari di bulanRamadhan seperti saat ini. Selain karena mengkonsumsi kurma saat berbuka disunnahkan oleh Rasulullah SAW, kurma juga kaya khasiat dan manfaat bagi tubuh manusia.
Nutrisi yang dikandung kurma cukup lengkap, mulai dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin C dan mangan. Itu sebabnya, kurma dahulu menjadi bahan makanan pokok di kawasan Timur Tengah.
Diantara manfaat kurma tersebut adalah;
  • Kaum Arab Badui dikabarkan prosentase penderita kankernya sangat rendah, sebab selalu menjadikan kurma sebagai hidangan sehari-hari. Demikian juga dengan sakit jantung.
  • Kurma mampu menurunkan kadar kolesterol jahat, sebab berserat tinggi. Serat kurma juga mampu mencegah terjadinya kanker usus besar.
  • Mengkonsumsi kurma juga bisa melancarkan pencernaan dan menjauhkan sembelit.
  • Terdapat antioksidan bernama Tanin dalam kurma yang bersifat anti-inflamasi, anti-infeksi, dll.
  • Vitamin A dan C pada kurma baik untuk kesehatan mata dan kulit.
  • Pada kurma juga terdapat zat besi, sehingga bermanfaat untuk pembentukan sel darah merah.
  • Vitamin K dan B dalam kurma dapat meningkatkan metabolisme sel-sel tubuh, dan juga metabolisme sel tulang.
Selain semua manfaat di atas, kurma adalah bahan makanan yang awet disimpan hingga berbulan-bulan tanpa perlu diberi zat kimia. Hal tersebut tentu berguna sekali bagi konsumennya.

Kurma, Buah Mini Penambah Energi


Di balik rasanya yang sangat manis, kurma memiliki manfaat yang cukup banyak untuk kebaikan tubuh. Buah yang banyak ditemukan pada bulan Ramadhan dalam kelender Islam ini, memiliki nutrisi vitamindan mineral yang diperlukan oleh tubuh.
Dalam satu butir kurma terdapat kalsium, belerang, besi, kalium, fosfor, mangan, tembaga, dan magnesium. Kurma tepat digunakan sebagai salah satu menu diet untuk dikonsumsi tiap hari. Daging buah memiliki kandungan serat yang tinggi.
Gula yang terkandung di dalamnya adalah fruktosa dan dekstrosa. Keduanya mudah dicerna oleh tubuh karena masuk dalam kategori gula sederhana. Dengan begitu, proses metabolisme berlangsung lebih cepat dalam menggantikan energi yang hilang setelah bekerja berat atau berpuasa.
Seratnyamampu menyerap kolesterol jahat (LDL) sehingga tidak sampai menjadi kerak di pembuluh darah. Kalau mengalami sembelit, kurma dapat dipakai sebagai obat pencahar alami.
Belum selesai sampai di situ, berbagai antioksidan berkumpul dalam buah kurma. Misalnya jenisantioksidan flavanoid dengan berbagai bentuk, seperti karoten, lutein, dan zeaxanthin. Juga, terdapat vitamin A dalam kadar yang tinggi.
Untuk mengambil manfaat kurma, bisa dimakan langsung atau diolah menjadi berbagai menu masakan. Pastinya, tidak rugi mengonsumsi kurma secara rutin.

Monday, July 23, 2012

Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern


Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatuyang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang dan teori ilmiyah lainnya menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Menurut Stephen Hawkings dengan teori Big Bang, sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Teori lain seperti Inflationary juga berpendapat jagad raya terus berkembang. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir’aun
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
Foto Fir'aun Ramses 2Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya.  Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut).Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817.Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
Tulisan di atas hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Al Qur’an yang ada dan ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Bagi yang ingin tahu lebih banyak silahkan baca buku referensi di bawah.
Jelas Al Qur’an itu benar dan tak ada keraguan di dalamnya.
”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya:
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An Nisaa’:82]
Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia (Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu terjaga.

Tips Agar Kuat Berpuasa di Bulan Ramadhan


kurma

Agar kuat berpuasa sehari penuh di bulan Ramadhan, ada caranya.
Mengakhirkan Sahur dan Menyegerakan Berbuka
Pertama hendaklah kita mengakhirkan waktu sahur dan menyegerakan waktu berbuka.
Rasulullah saw. bersabda: Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur itu terdapat keberkahan. (Shahih Muslim No.1835)
Hadis riwayat Zaid bin Tsabit ra., ia berkata:  Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan lima puluh ayat. (Shahih Muslim No.1837)
Dari Sahal Ibnu Sa’ad ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” Muttafaq Alaihi.
Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang paling menyegerakan berbuka.”
Sebagai contoh, jika adzan Subuh jam 4.30 dan adzan Maghrib jam 6.00, maka berhenti makan sahur atau pun buka puasa jangan lebih dari 50 ayat (sekitar 5 menit) sehingga anda cuma menahan lapar dan haus selama 13 jam 40 menit saja. Biasanya kalau adzan Subur ham 4:30, kami makan sahur jam 4:00 dan bangun untuk mempersiapkan makan pada jam 3:00.
Tetapi jika anda sudah berhenti makan dan minum sejak jam 3:00 dan berbuka jam 18:30, berarti anda menahan lapar dan haus selama 15 ½ jam lebih. Ini bisa membuat tubuh anda jadi lemah dan juga menyalahi sunnah Nabi.
Makanlah Kurma dan Madu Saat Sahur dan Berbuka
Agar kuat berpuasa, coba makan 3 butir kurma dan 2 sendok makan madu setelah makan sahur (setelah makan nasi dan lauk tentunya). Begitu pula ketika berbuka puasa. Minum juga air secukupnya (minimal 3 gelas) agar anda tidak dehidrasi.
Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Kurma dan Madu kandungan kalorinya cukup tinggi dan bisa memberi anda energi yang cukup untuk beraktifitas. Selain itu makanan 4 sehat dan 5 sempurna seperti buah-buahan juga jangan dilupakan:
“Kemudian makanlah dari tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu ke luar minuman madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” [An Nahl:69]
Tetap Berolahraga
Untuk menjaga kondisi badan, tetaplah berolahraga meski intensitasnya agak dikurangi. Jalan kaki atau lari pagi selama 30 menit tidak masalah. Meski anda berkeringat, lelah, dan haus, setelah mandi pagi atau mandi sore insya Allah badan anda segar kembali. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu meski berpuasa, kita tetap boleh mandi pada waktu pagi dan petang selama tidak berlebihan.
Ibnu Mas’ud berkata, “Jika salah seorang di antara kamu berpuasa, maka hendaklah pada pagi harinya ia dalam keadaan berharum-haruman serta rambut yang tersisir rapi.”[HR Bukhari]
Anas berkata, “Saya mempunyai telaga dan saya suka menceburkan diri di dalamnya, sedang saya saat itu sedang berpuasa.”[HR Bukhari]
Disebutkan dari Nabi saw. bahwa beliau menggosok giginya dengan siwak, sedangkan beliau pada saat itu berpuasa.[HR Bukhari]
Ibnu Umar berkata, “Orang yang berpuasa boleh bersiwak pada permulaan hari dan akhir hari (yakni pada pagi hari dan sore hari) dan tidak boleh menelan ludahnya.”[HR Bukhari]
Lakukanlah shalat Tarawih, karena selain sunnah Nabi, juga memberi ketenangan hati dan juga kesehatan:
Allah ‘Azza wajalla mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunahkan shalat malam harinya. Barangsiapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap pahala (keridhoan) Allah, maka dia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. (HR. Ahmad)
Pertimbangkan juga untuk berolahraga 1-2 jam setelah shalat Tarawih, witir, dan membaca Al Qur’an. Jadi jika anda haus, anda bisa minum langsung.
Terakhir agar anda kuat berpuasa, anda harus berniat puasa di bulan Ramadhan demi Allah ta’ala di dalam hati. Niat ini selain membuat anda lebih kuat juga merupakan syarat agar puasa anda diterima Allah.
Meski puasa Ramadhan itu wajib, namun untuk orang-orang yang sakit, orang yang bepergian, atau pun orang yang lanjut usia ada keringanan untuk tidak mengerjakannya.
“…Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin…” [Al Baqarah:184]
Meski demikian, jangan terlalu khawatir. Sebagai contoh, saat Ramadhan sering ditampilkan iklan obat penyakit maag agar ketika puasa tidak terganggu. Alhamdulillah meski ketika kuliah pernah kena penyakit maag, penyakit tersebut jarang menimpa saya hingga kini meski tidak minum obat penyakit maag tersebut. Yang penting makan teratur, dan pikiran harus tenang dengan tawakkal kepada Allah.
Terakhir jangan lupa berdoa kepada Allah agar senantiasa diberi nikmat Iman, Sehat, Kekuatan, serta Kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebab pada akhirnya Allah lah yang membuat kita jadi sehat dan kuat.

Panduan Puasa Ramadhan menurut Ayat Qur’an dan Hadits


Kewajiban berpuasa dalam Al Qur’an

albaqarahpuasa
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]
Pada bulan Ramadhan, setiap Muslim wajib berpuasa kecuali orang yang sakit, dalam perjalanan, haidh, atau pun belum balligh:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al Baqarah 185]
Keutamaan berpuasa:
“Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” [Bukhari-Muslim]
Orang yang berpuasa termasuk golongan yang mendapat ampunan dan pahala besar dari Allah:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Ahzab 35]
“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” [Bukhari-Muslim]
Keutamaan bulan Ramadan
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793
Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari)
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795
Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812
Dilarang puasa pada hari raya
“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)” [Bukhari-Muslim]
Niat Puasa Ramadhan
Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat [Bukhari-Muslim]
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” [Imam Lima]
Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi
“Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya” [Bukhari-Muslim]
Tips agar kuat berpuasa: minumlah 2 sendok makan madu dan 3 butir korma saat sahur. Sunnah melambatkan sahur.
Dari Zaid bin Tsabit ra., ia berkata:  Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan 50 ayat (sekitar 5 menit). (Shahih Muslim No.1837)
Menyegerakan Berbuka Puasa di waktu maghrib
“Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka” [Bukhari-Muslim]
Dari Sahal Ibnu Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaq Alaihi]
Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang menyegerakan berbuka.”
Sunnah berbuka puasa dengan kurma dan air minum (ta’jil) kemudian shalat Maghrib. Setelah itu makan malam.
Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” [Bukhari-Muslim]
Puasa yang sia-sia
“Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” [Bukhari]
Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.
Dilarang bersetubuh pada saat berpuasa
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah s.a.w lalu berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w bertanya: Apakah yang telah membuatmu celaka?
Lelaki itu menjawab: Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada siang hari di bulan Ramadan.
Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba? Lelaki itu menjawab: Tidak.
Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak.
Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Kemudian duduk. Rasulullah s.a.w kemudiannya memberikan kepadanya suatu bekas yang berisi kurma lalu bersabda: Sedekahkanlah ini. Lelaki tadi berkata: Tentunya kepada orang yang paling miskin di antara kami. Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami.
Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah s.a.w tersenyum sehingga kelihatan sebahagian giginya. Kemudian baginda bersabda: Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri” [Bukhari-Muslim]
Bangun dari junub tidak membatalkan puasa
“Diriwayatkan daripada Aisyah dan Ummu Salamah r.a, kedua-duanya berkata:: Nabi s.a.w bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari mimpi kemudian meneruskan puasa” [Bukhari-Muslim]
Lupa tidak membatalkan puasa
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” [Muttafaq Alaihi]
Orang yang sedang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa. Tapi wajib menggantinya di lain hari.
Dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy ra bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah SAW bersabda: “Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk berpuasa, maka ia tidak berdosa.” [Bukhari-Muslim]
Orang tua cukup bayar fidyah
Ibnu Abbas ra berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim.
Orang yang sakit atau bepergian boleh tidak puasa. Namun harus mengganti puasanya di hari lain. Ada pun orang yang berat menjalankannya (misalnya sudah tua), wajib membayar fidyah:
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [Al Baqarah 184]
Wanita hamil/menyusui jika kuat sebaiknya puasa. Tapi jika dia sakit atau lemah sehingga merasa berat sebagaimana ayat di atas, dia bisa mengqodho puasanya.
I’tikaf (diam di masjid) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan
Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Muttafaq Alaihi.
Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Muttafaq Alaihi.
Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal dan ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya.” Muttafaq Alaihi.
Dari Abu Ayyub Al-Anshory ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” Riwayat Muslim.
Malam Lailatul Qadr
Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia yang nilainya lebih baik daripada 1.000 bulan (354.000x malam biasa):
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi SAW melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.” Muttafaq Alaihi.
Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar: “Malam dua puluh tujuh.” [Abu Daud]
Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: “bacalah:
Doa Malam Lailatul Qadar
(artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku).” Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud.
Nabi biasa melakukan shalat sunnat malam (Tarawih) pada bulan Ramadhan:
Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau.” [Hr Bukhari]
Catatan:
Hadits tersebut sebagian besar berasal dari Al Bayan, dan masih banyak perawinya selain Bukhari dan Muslim seperti Tirmizi, An Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan lain-lain.

Shaum Ramadhan dan Hari Raya Bersama Penguasa, Syi'ar Kebersamaan Umat Islam

Taat kepada pemerintah dalam perkara kebaikan. Inilah salah satu prinsip agama yang kini telah banyak dilupakan dan ditinggalkan umat. Yang kini banyak dilakukan justru berupaya mencari keburukan pemerintah sebanyak-banyaknya untuk kemudian disebarkan ke masyarakat. Akibat buruk dari ditinggalkannya prinsip ini sudah banyak kita rasakan. Satu di antaranya adalah munculnya perpecahan di kalangan umat Islam saat menentukan awal Ramadhan atau Hari Raya.

Bulan suci Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Hari-harinya diliputi suasana ibadah; shaum, shalat tarawih, bacaan Al-Qur`an, dan sebagainya. Sebuah fenomena yang tak didapati di bulan-bulan selainnya. Tak ayal, bila kedatangannya menjadi dambaan, dan kepergiannya meninggalkan kesan yang mendalam. Tak kalah istimewanya, ternyata bulan suci Ramadhan juga sebagai salah satu syi’ar kebersamaan umat Islam. Secara bersama-sama mereka melakukan shaum Ramadhan; dengan menahan diri dari rasa lapar, dahaga dan dorongan hawa nafsu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, serta mengisi malam-malamnya dengan shalat tarawih dan berbagai macam ibadah lainnya. Tak hanya kita umat Islam di Indonesia yang merasakannya. Bahkan seluruh umat Islam di penjuru dunia pun turut merasakan dan memilikinya.

Namun syi’ar kebersamaan itu kian hari semakin pudar, manakala elemen-elemen umat Islam di banyak negeri saling berlomba merumuskan keputusan yang berbeda dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan. Keputusan itu terkadang atas nama ormas, terkadang atas nama parpol, dan terkadang pula atas nama pribadi. Masing-masing mengklaim, keputusannya yang paling benar. Tak pelak, shaum Ramadhan yang merupakan syi’ar kebersamaan itu (kerap kali) diawali dan diakhiri dengan fenomena perpecahan di tubuh umat Islam sendiri. Tentunya, ini merupakan fenomena menyedihkan bagi siapa pun yang mengidamkan persatuan umat.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin anda akan berkata:
“Itu karena adanya perbedaan pendapat di antara elemen umat Islam, apakah awal masuk dan keluarnya bulan Ramadhan itu ditentukan oleh ru`yatul hilal (melihat hilal) ataukah dengan ilmu hisab?”.

Bisa juga anda mengatakan:
“Karena adanya perbedaan pendapat, apakah di dunia ini hanya berlaku satu mathla’ (tempat keluarnya hilal) ataukah masing-masing negeri mempunyai mathla’ sendiri-sendiri?”

Bila kita mau jujur soal penyebab pudarnya syi’ar kebersamaan itu, lepas adanya realita perbedaan pendapat di atas, utamanya disebabkan makin tenggelamnya salah satu prinsip penting agama Islam dari hati sanubari umat Islam. Prinsip itu adalah memuliakan dan menaati penguasa (pemerintah) umat Islam dalam hal yang ma’ruf (kebaikan).

Mungkin timbul tanda tanya:
“Apa hubungannya antara ketaatan terhadap penguasa dengan pelaksanaan shaum Ramadhan?”

Layak dicatat, hubungan antara keduanya sangat erat. Hal itu karena:

1. Shaum Ramadhan merupakan syi’ar kebersamaan umat Islam, dan suatu kebersamaan umat tidaklah mungkin terwujud tanpa adanya ketaatan terhadap penguasa.
2. Penentuan pelaksanaan shaum Ramadhan merupakan perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan bukan kemaksiatan. Sehingga menaati penguasa dalam hal ini termasuk perkara yang diperintahkan dalam agama Islam. Terlebih ketika penentuannya setelah melalui sekian proses, dari pengerahan tim ru‘yatul hilal di sejumlah titik di negerinya hingga digelarnya sidang-sidang istimewa.
3. Realita juga membuktikan, dengan menaati keputusan penguasa dalam hal pelaksanaan shaum Ramadhan dan penentuan hari raya ‘Idul Fithri, benar-benar tercipta suasana persatuan dan kebersamaan umat.

Sebaliknya, ketika umat Islam berseberangan dengan penguasanya, perpecahan di tubuh mereka pun sangat mencolok. Maka dari itu, menaati penguasa dalam hal ini termasuk perkara yang diperintahkan dalam agama Islam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah. Barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah. Barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barangsiapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani berkata:
“Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para penguasa dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, juz 13, hal. 120)

Mungkin ada yang bertanya,
“Adakah untaian fatwa dari para ulama seputar permasalahan ini?” Maka jawabnya ada, sebagaimana berikut ini:

FATWA PARA ULAMA SEPUTAR SHAUM RAMADHAN BERSAMA PENGUASA

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“Seseorang (hendaknya) bershaum bersama penguasa dan jamaah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juz 25, hal. 117)

Hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan (waktu) berkurban/ Iedul Adha di hari kalian berkurban.”

Al-Imam At-Tirmidzi berkata:
“Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits ini[1] dengan ucapan (mereka): ‘Sesungguhnya shaum dan berbukanya itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi juz 2, hal. 37. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah jilid 2, hal. 443)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata:
“Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, berbuka puasa/Iedul Fithri dan Iedul Adha, -pen.) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada penguasa dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiyah ‘ala Ibni Majah, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah jilid 2, hal. 443)

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani[2] berkata:
“Dan selama belum (terwujud) bersatunya negeri-negeri Islam di atas satu mathla’ (dalam menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, -pen.), aku berpendapat bahwa setiap warga negara hendaknya melaksanakan shaum Ramadhan bersama negaranya (pemerintahnya) masing-masing dan tidak bercerai-berai dalam perkara ini, yakni shaum bersama pemerintah dan sebagian lainnya shaum bersama negara lain, baik mendahului pemerintahnya atau pun belakangan. Karena yang demikian itu dapat mempertajam perselisihan di tengah masyarakat muslim sendiri. Sebagaimana yang terjadi di sebagian negara Arab sejak beberapa tahun yang lalu. Wallahul Musta’an.” (Tamamul Minnah hal. 398)

Beliau juga berkata:
“Inilah yang sesuai dengan syariat (Islam) yang toleran, yang di antara misinya adalah mempersatukan umat manusia, menyatukan barisan mereka serta menjauhkan mereka dari segala pendapat pribadi yang memicu perpecahan. Syariat ini tidak mengakui pendapat pribadi –meski menurut yang bersangkutan benar– dalam ibadah yang bersifat kebersamaan seperti; shaum, Ied, dan shalat berjamaah. Tidakkah engkau melihat bahwa sebagian shahabat radhiallahu 'anhum shalat bermakmum di belakang shahabat lainnya, padahal sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita, menyentuh kemaluan, dan keluarnya darah dari tubuh termasuk pembatal wudhu, sementara yang lainnya tidak berpendapat demikian?! Sebagian mereka ada yang shalat secara sempurna (4 rakaat) dalam safar dan di antara mereka pula ada yang mengqasharnya (2 rakaat). Namun perbedaan itu tidaklah menghalangi mereka untuk melakukan shalat berjamaah di belakang seorang imam (walaupun berbeda pendapat
dengannya, -pen.) dan tetap berkeyakinan bahwa shalat tersebut sah.

Hal itu karena adanya pengetahuan mereka bahwa bercerai-berai dalam urusan agama lebih buruk daripada sekedar berbeda pendapat. Bahkan sebagian mereka mendahulukan pendapat penguasa daripada pendapat pribadinya pada momen berkumpulnya manusia seperti di Mina. Hal itu semata-mata untuk menghindari kesudahan buruk (terjadinya perpecahan) bila dia tetap mempertahankan pendapatnya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud (1/307), bahwasanya Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu 'anhu shalat di Mina 4 rakaat (Zhuhur, ‘Ashar, dan Isya’ -pen). Maka shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu mengingkarinya seraya berkata: “Aku telah shalat (di Mina/hari-hari haji, -pen.) bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar dan di awal pemerintahan ‘Utsman 2 rakaat, dan setelah itu ‘Utsman shalat 4 rakaat. Kemudian terjadilah perbedaan di antara kalian (sebagian shalat 4 rakaat dan sebagian lagi 2 rakaat, -pen.), dan
harapanku dari 4 rakaat shalat itu yang diterima adalah yang 2 rakaat darinya.”

Namun ketika di Mina, shahabat Abdullah bin Mas’ud justru shalat 4 rakaat. Maka dikatakanlah kepada beliau: “Engkau telah mengingkari ‘Utsman atas shalatnya yang 4 rakaat, (mengapa) kemudian engkau shalat 4 rakaat pula?!” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Perselisihan itu jelek.” Sanadnya shahih. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Ahmad (5/155) seperti riwayat di atas dari shahabat Abu Dzar radhiallahu 'anhu.

Maka dari itu, hendaknya hadits dan atsar ini benar-benar dijadikan bahan renungan oleh orang-orang yang (hobi, -pen.) berpecah-belah dalam urusan shalat mereka serta tidak mau bermakmum kepada sebagian imam masjid, khususnya shalat witir di bulan Ramadhan dengan dalih beda madzhab. Demikian pula orang-orang yang bershaum dan berbuka sendiri, baik mendahului mayoritas kaum muslimin atau pun mengakhirkannya dengan dalih mengerti ilmu falaq, tanpa peduli harus berseberangan dengan mayoritas kaum muslimin. Hendaknya mereka semua mau merenungkan ilmu yang telah kami sampaikan ini. Dan semoga ini bisa menjadi obat bagi kebodohan dan kesombongan yang ada pada diri mereka. Dengan harapan agar mereka selalu dalam satu barisan bersama saudara-saudara mereka kaum muslimin, karena tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala bersama Al-Jama’ah.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah jilid 2, hal. 444-445)

Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu pernah ditanya:
“Jika awal masuknya bulan Ramadhan telah diumumkan di salah satu negeri Islam semisal kerajaan Saudi Arabia, namun di negeri kami belum diumumkan, bagaimanakah hukumnya? Apakah kami bershaum bersama kerajaan Saudi Arabia ataukah bershaum dan berbuka bersama penduduk negeri kami, manakala ada pengumuman? Demikian pula halnya dengan masuknya Iedul Fithri, apa yang harus kami lakukan bila terjadi perbedaan antara negeri kami dengan negeri yang lainnya? Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalas engkau dengan kebaikan.”

Beliau menjawab:
“Setiap muslim hendaknya bershaum dan berbuka bersama (pemerintah) negerinya masing-masing. Hal itu berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

“Waktu shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.”

Wabillahit taufiq. (Lihat Fatawa Ramadhan hal. 112)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ditanya:
“Umat Islam di luar dunia Islam sering berselisih dalam menyikapi berbagai macam permasalahan seperti (penentuan) masuk dan keluarnya bulan Ramadhan, serta saling berebut jabatan di bidang dakwah. Fenomena ini terjadi setiap tahun. Hanya saja tingkat ketajamannya berbeda-beda tiap tahunnya. Penyebab utamanya adalah minimnya ilmu agama, mengikuti hawa nafsu dan terkadang fanatisme madzhab atau partai, tanpa mempedulikan rambu-rambu syariat Islam dan bimbingan para ulama yang kesohor akan ilmu dan wara’-nya. Maka, adakah sebuah nasehat yang kiranya bermanfaat dan dapat mencegah (terjadinya) sekian kejelekan? Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq dan penjagaan-Nya kepada engkau.”

Beliau berkata:
“Umat Islam wajib bersatu dan tidak boleh berpecah-belah dalam beragama. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

“Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepadamu, Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu:’ Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya’.” (Asy-Syura: 13)

“Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali ‘Imran: 103)

“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah keterangan datang kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih.” (Ali ‘Imran: 105)

Sehingga umat Islam wajib untuk menjadi umat yang satu dan tidak berpecah-belah dalam beragama. Hendaknya waktu shaum dan berbuka mereka satu, dengan mengikuti keputusan lembaga/departemen yang menangani urusan umat Islam dan tidak bercerai-berai (dalam masalah ini), walaupun harus lebih tertinggal dari shaum kerajaan Saudi Arabia atau negeri Islam lainnya.” (Fatawa Fi Ahkamish Shiyam, hal. 51-52)

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal-Ifta`:
“…Dan tidak mengapa bagi penduduk negeri manapun, jika tidak melihat hilal (bulan tsabit) di tempat tinggalnya pada malam ke-30, untuk mengambil hasil ru`yatul hilal dari tempat lain di negerinya. Jika umat Islam di negeri tersebut berbeda pendapat dalam hal penentuannya, maka yang harus diikuti adalah keputusan penguasa di negeri tersebut bila ia seorang muslim, karena (dengan mengikuti) keputusannya akan sirnalah perbedaan pendapat itu. Dan jika si penguasa bukan seorang muslim, maka hendaknya mengikuti keputusan majelis/departemen pusat yang membidangi urusan umat Islam di negeri tersebut. Hal ini semata-mata untuk menjaga kebersamaan umat Islam dalam menjalankan shaum Ramadhan dan shalat Id di negeri mereka. Wabillahit taufiq, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam.”

Pemberi fatwa: Asy-Syaikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Mani’. (Lihat Fatawa Ramadhan hal. 117)

Demikianlah beberapa fatwa para ulama terdahulu dan masa kini seputar kewajiban bershaum bersama penguasa dan mayoritas umat Islam di negerinya. Semoga menjadi pelita dalam kegelapan dan ibrah bagi orang-orang yang mendambakan persatuan umat Islam.

Mungkin masih ada yang mengatakan bahwasanya kewajiban menaati penguasa dalam perkara semacam ini hanya berlaku untuk seorang penguasa yang adil. Adapun bila penguasanya dzalim atau seorang koruptor, tidak wajib taat kepadanya walaupun dalam perkara-perkara kebaikan dan bukan kemaksiatan, termasuk dalam hal penentuan masuk dan keluarnya bulan Ramadhan ini.

Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini, jika umat dihadapkan pada polemik atau perbedaan pendapat, prinsip ‘berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam’ haruslah senantiasa dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kalam-Nya nan suci:

“Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali ‘Imran: 103)

Al-Imam Al-Qurthubi berkata:
“Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Sebagaimana Dia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah baik secara keyakinan atau pun amalan…” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105)

Para pembaca yang mulia, bila anda telah siap untuk merujuk kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah maka simaklah bimbingan dari Al-Qur`an dan As-Sunnah berikut ini:

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kalian.” (An-Nisa`: 59)

Al-Imam An-Nawawi berkata:
“Yang dimaksud dengan Ulil Amri adalah orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta'ala wajibkan untuk ditaati dari kalangan para penguasa dan pemimpin umat. Inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan sekarang dari kalangan ahli tafsir dan fiqih serta yang lainnya.”(Syarh Shahih Muslim, juz 12, hal. 222)

Adapun baginda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau seringkali mengingatkan umatnya seputar permasalahan ini. Di antaranya dalam hadits-hadits beliau berikut ini:

1. Shahabat ‘Adi bin Hatim radhiallahu 'anhu berkata:

“Wahai Rasulullah, kami tidak bertanya kepadamu tentang ketaatan (terhadap penguasa) yang bertakwa. Yang kami tanyakan adalah ketaatan terhadap penguasa yang berbuat demikian dan demikian (ia sebutkan kejelekan-kejelekannya).” Maka Rasulullah bersabda: “Bertakwalah kalian kepada Allah, dengarlah dan taatilah (penguasa tersebut).” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab As-Sunnah, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah Fitakhrijis Sunnah, 2/494, no. 1064)

2. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Akan ada sepeninggalku nanti para imam/penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada di antara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan namun berbadan manusia.” Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476, no. 1847)

3. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Seburuk-buruk penguasa kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Dan jika kalian melihat mereka mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).” (HR. Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)

Para ulama kita pun demikian adanya. Mereka (dengan latar belakang daerah, pengalaman dan generasi yang berbeda-beda) telah menyampaikan arahan dan bimbingannya yang amat berharga seputar permasalahan ini, sebagaimana berikut:

Shahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata:
“Urusan kaum muslimin tidaklah stabil tanpa adanya penguasa, yang baik atau yang jahat sekalipun.” Orang-orang berkata: “Wahai Amirul Mukminin, kalau penguasa yang baik kami bisa menerimanya, lalu bagaimana dengan yang jahat?” Ali bin Abi Thalib berkata: “Sesungguhnya (walaupun) penguasa itu jahat namun Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap memerankannya sebagai pengawas keamanan di jalan-jalan dan pemimpin dalam jihad…” (Syu’abul Iman, karya Al-Imam Al-Baihaqi juz 13, hal.187, dinukil dari kitab Mu’amalatul Hukkam, karya Asy-Syaikh Abdus Salam bin Barjas hal. 57)

Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz Al-Hanafi berkata:
“Adapun kewajiban menaati mereka (penguasa) tetaplah berlaku walaupun mereka berbuat jahat. Karena tidak menaati mereka dalam hal yang ma’ruf akan mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar dari apa yang ada selama ini. Dan di dalam kesabaran terhadap kejahatan mereka itu terdapat ampunan dari dosa-dosa serta (mendatangkan) pahala yang berlipat.” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 368)

Al-Imam Al-Barbahari berkata:
“Ketahuilah bahwa kejahatan penguasa tidaklah menghapuskan kewajiban (menaati mereka, -pen.) yang Allah Subhanahu wa Ta'ala wajibkan melalui lisan Nabi-Nya. Kejahatannya akan kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-kebaikan yang engkau kerjakan bersamanya akan mendapat pahala yang sempurna insya Allah. Yakni kerjakanlah shalat berjamaah, shalat Jum’at dan jihad bersama mereka, dan juga berpartisipasilah bersamanya dalam semua jenis ketaatan (yang dipimpinnya).” (Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Abi Ya’la, 2/36, dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah, hal. 14)

Al-Imam Ibnu Baththah Al-Ukbari berkata:
“Telah sepakat para ulama ahli fiqh, ilmu, dan ahli ibadah, dan juga dari kalangan Ubbad (ahli ibadah) dan Zuhhad (orang-orang zuhud) sejak generasi pertama umat ini hingga masa kita ini: bahwa shalat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha, hari-hari Mina dan Arafah, jihad, haji, serta penyembelihan qurban dilakukan bersama penguasa, yang baik ataupun yang jahat.” (Al-Ibanah, hal. 276-281, dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah hal. 16)

Al-Imam Al-Bukhari berkata:
“Aku telah bertemu dengan 1.000 orang lebih dari ulama Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, Bashrah, Wasith, Baghdad, Syam dan Mesir….” Kemudian beliau berkata: “Aku tidak melihat adanya perbedaan di antara mereka tentang perkara berikut ini –beliau lalu menyebutkan sekian perkara, di antaranya kewajiban menaati penguasa (dalam hal yang ma’ruf)–.” (Syarh Ushulil I’tiqad Al-Lalika`i, 1/194-197)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani berkata:
“Di dalam hadits ini (riwayat Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah di atas, -pen.) terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para penguasa dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, juz 13, hal. 120)

PARA PEMBACA YANG MULIA, DARI BAHASAN DI ATAS DAPATLAH DIAMBIL SUATU KESIMPULAN BAHWASANYA:

1. Shaum Ramadhan merupakan syi’ar kebersamaan umat Islam yang harus dipelihara.
2. Syi’ar kebersamaan tersebut akan pudar manakala umat Islam di masing-masing negeri bercerai-berai dalam mengawali dan mengakhiri shaum Ramadhannya.
3. Ibadah yang bersifat kebersamaan semacam ini keputusannya berada di tangan penguasa umat Islam di masing-masing negeri, bukan di tangan individu.
4. Shaum Ramadhan bersama penguasa dan mayoritas umat Islam merupakan salah satu prinsip agama Islam yang dapat memperkokoh persatuan mereka, baik si penguasa tersebut seorang yang adil ataupun jahat. Karena kebersamaan umat tidaklah mungkin terwujud tanpa adanya ketaatan terhadap penguasa. Terlebih manakala ketentuannya itu melalui proses ru‘yatul hilal di sejumlah titik negerinya dan sidang-sidang istimewa.
5. Realita membuktikan, bahwa dengan bershaum Ramadhan dan berhari-raya bersama penguasa (dan mayoritas umat Islam) benar-benar tercipta suasana persatuan dan kebersamaan umat. Sebaliknya ketika umat Islam berseberangan dengan penguasanya, suasana perpecahan di tubuh umat pun demikian mencolok. Yang demikian ini semakin menguatkan akan kewajiban bershaum Ramadhan dan berhari-raya bersama penguasa (dan mayoritas umat Islam).

Wallahu a’lam bish-shawab.

catatan kaki:
[1] Hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan (waktu) berkurban/ Iedul Adha di hari kalian berkurban.”
[2] Beliau merupakan salah satu ulama yang berpendapat bahwasanya pelaksanaan shaum Ramadhan dan Idul Fithri di dunia ini hanya dengan satu mathla’ saja, sebagaimana yang beliau rinci dalam kitab Tamamul Minnah hal. 398. Walaupun demikian, beliau sangat getol mengajak umat Islam (saat ini) untuk melakukan shaum Ramadhan dan Iedul Fithri bersama penguasanya, sebagaimana perkataan beliau di atas.

Sumber: http://asysyariah.com/